Jakarta, kota termegah milik Indonesia. Delapan belas tahun silam hanya itu yang ada dibenakku. Setiap idul fitri tiba, aku selalu dibawakan baju oblong putih bergambarkan monas, ondel –ondel, dufan, TMII, dan semua hal yang khas dengan Jakarta oleh sepupuku. Sepupuku bekerja di Jakarta sejak tahun 1990. Beliau selalu menceritakan betapa mengagumkannya kota Jakarta, hampir semua fasilitas kebutuhan manusia tersedia disana. Dan pastinya, Jakarta adalah tempat tinggal para artis, musisi, seniman yang sering muncul di TV. Sejak saat itulah, impian sederhana yang kluar dari hati kecilku muncul, yaitu pergi ke Jakarta suatu saat nanti.
Jakarta, pusat teknologi Indonesia tempat orang berotak mengimplementasikan setiap tetes pikiriannya untuk membangun Negara. Pikiran itu mulai timbul di pikiranku ketika aku melanjutkan sekolah menengah di SMK Telkom Malang. Kakak kelasku pernah berkata “Jika kamu ingin berkembang dengan pesat, bekerjalah di Jakarta, teknologi terbaru yang masuk di Indonesia gerbang pintunya ada di Jakarta. Biaya hidup disana sangat mahal, semahal ilmu yang akan kau dapat setiap harinya.”, hatiku semakin mantap untuk pergi ke Jakarta melanjutkan impian sederhana waktu kecilku dulu.
Namun banjir menjadi salah satu hal yang membuatkau ragu untuk merantau hidup di Jakarta. Sekitar tahun 2007 berita mengenai keadaan Jakarta yang lumpuh karena banjir gencar diberikatan semua media yang ada di Indonesia. Entah apa yang membuat disana banjir karena menurutku banyak orang yang berilmu tinggi untuk memikirkan solusi sehingga tak lagi mengalami banjir. Itulah pikiran sederhana menanggapi kota mengagumkan yang seharusnya dapat mengatasi bencana banjir.
Penyebab banjir itupun samar – samar mulai jelas di pikiranku setelah melihat beberapa fakta yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri.Pertengahan tahun 2009 atas izin Allah aku bisa mewujudkan mimpi sederhana waktu kecilku. Semua bangunan yang dulunya bisa kunikmati lewat kaos oblong kini nyata di depan mataku. Banyak hal yang sangat mengagumkan tetapi juga tak sedikit pula hal – hal yang membuatku resah.Di Jakarta tak ada sungai, yang aku lihat hanya danau paksaan. Bagaimana tidak, sungai sebutan kebanyakan orang di sana sama sekali tak terlihat ada aliran, jadi tak ada istilahnya orang hanyut karena derasnya aliran sungai. Disamping itu, tanah yang berfungsi menyerap air telah disulap menjadi gedung – gedung pencakar langit dan jalanan beraspal sehingga air kesulitan untuk meresap kedalam tanah. Kesadaran orang – orang Jakarta akan sampah juga jauh dari kata baik, banyak sekali sampah – sampah yang berserakan di setiap sisi kota Jakarta. Tak ayal, banjir sangat senang bersilaturrahmi ke Jakarta tiap tahunnya.
Tak hanya di bidang sepak bola, dalam bidang banjirpun Malaysia setingkat lebih maju daripada Indonesia. Dulu Malaysia juga selalu mengalami banjir jika musim hujan tiba tiap tahunnya, namun statemen itu sudah tidak berfungsi lagi sekarang. Mereka mempunyai teknologi Smart Tunnel untuk mencegah terjadinya banjir. Sekitar januari 2003 proyek ini mulai dikerjakan, Mereka mebuat tol bawah tanah sepanjang 9,7 km dengan 2 fungsi sekaligus, yaitu sebagai tol dan sebagai gorong – gorong raksasa penadah hujan jika curah hujan tinggi. Teknologi pembuatannya menggunakan robot canggih penggali tanah sekaligus menempelkan batu bata di dinding yang sudah digalinya sekaligus.
Cara bekerja smart tunnel tergolong unik. Dalam kondisi hujan normal tol bawah tanah ini dibagi menjadi 3 fungsi, yaitu 2 lantai sebagai tol dan 1 lantai paling bawah sebagai penadah hujan. Jika curah hujan tinggi maka secara otomatis tol pada lantai 2 akan tertutup dan beralih fungsi sebagai penadah hujan. Jika curah hujan sangat tinggi, maka seluruh lantai tertutup dan dialih fungsikan sebagai penadah hujan seluruhnya. Oleh karena itulah tetangga sebelah terlepas dari bencana banjir.
Perancangan pencegahan banjir di Indonesia juga sudah ada. Mulai dari pembuatan gorong – gorong raksasa sampai radar pendeteksi bajir. Di Bandung contohnya, sudah di pasang pendeteksi banjir berupa SMS Gateway, dimana alat pendeteksi diletakkan pada posisi terendah dari wilayah tersebut, jika alat tersebut tergenang air, maka secara otomatis akan mengirim sms broadcast untuk warga sekitar, sehingga warga dapat siaga akan datangnya banjir. Mungkin alat tersebut juga perlu dipasang di Jakarta, meskipun hanya sebagai radar dan pastinya tetap banjir, paling tidak korban bencana banjir tak ada lagi. Dengan segala usaha yang akan dilaksana setahun kedepan, semoga tahun ini adalah tahun terakhir Jakartaku malang, mengambang.